Monday, February 25, 2019

Mancini Pelatih Timnas Itali Berharap Juventus Bisa Comeback Di fase 2 LC Lawan Atletico Madrid


Berita Pokerintan, Roberto Mancini menyatakan dukungannya pada Juventus di ajang Liga Champions. Pelatih Timnas Italia itu pun, memberikan semangat pada Juventus untuk kembali melawan Atletico Madrid di leg kedua 16 besar.
Seperti diketahui, Juventus kalah 0-2 dalam pertandingan pertama babak 16 besar Liga Champions di markas Atletico Madrid. Tapi, Mancini yakin Juventus memiliki apa yang diperlukan untuk tetap mencapai perempat final.
"Mereka pernah melakukannya di kandang ke Real Madrid musim lalu saat ketinggalan 3-0," katanya.
“Juve-Atletico? Mereka tahu itu akan menjadi pertandingan yang sulit," kata Mancini kepada Tiki Taka.
“Tidak ada formula ajaib untuk comeback, tetapi Juventus adalah tim yang berpengalaman dan mereka kembali dari 3-0 di kandang ke Real Madrid musim lalu," ujarnya.

Penampilan Ronaldo

Mancini juga sempat mengomentari penampilan bintang Juventus, Cristiano Ronaldo.
“Mungkin Ronaldo tidak melakukan di Liga Champions, seperti apa yang dia lakukan di masa lalu, tetapi dia selalu mencapai hal-hal penting.
"Dia baik-baik saja di Serie A. Saya pikir pada levelnya, sulit di mana saja. Liga di Italia sama sulitnya dengan di Inggris dan sedikit kurang di Spanyol, tetapi bagi saya dia mengalami musim yang baik.

Pelatih Hebat


Pada bagian lain Mancini juga sempat menilai sosok pelatih Atletico Madrid.
“Simeone? Dia memiliki karakter yang hebat sebagai pelatih dan dia membuat timnya sangat sulit untuk dihadapi. Mereka juga mengganggu Anda dalam situasi tertentu di rumah.
"Gerakannya? Rasanya kurang enak, tetapi saya pikir dia adalah orang pertama yang tahu itu dan dia meminta maaf. ”



 JUDI ONLINE INDONESIA

Friday, February 22, 2019

Lampu Kuning Buat Allegri dan 3 Pemain Juventus Setelah Fase Ke 2 Liga Champion Melawan Atletico Madrid


Berita Pokerintan, Partai kedua kontra Atletico Madrid di Liga Champions kabarnya akan jadi penentu nasib masa depan beberapa pemain Juventus.
Kedatangan Cristiano Ronaldo di awal musim ini memang seperti membuat harapan Juventus untuk meraih gelar Liga Champions jadi terbang tinggi.
Kesuksesan Cristiano Ronaldo bersama Real Madrid menjadi bukti sahih bahwa ia bisa menjadi pendongkrak Juventus untuk jadi raja Eropa.
Sudah menguasai Liga Italia dalam tujuh musim terakhir, Liga Champions memang seperti menjadi target selanjutnya yang belum bisa didapat Si Nyonya Tua.
Kini harapan itu seperti memudar dengan kekalahan 0-2 dari Atletico Madrid pada partai pertama babak 16 besar.
Juventus harus menang dengan selisih tiga gol andai ingin otomatis lolos ke babak perempat final.
Tak hanya itu, laporan media Italia yang berbasis di Kota Turin, Tuttosport, mengungkapkan bahwa nasib para pemain Juventus ditentukan dari laga ini.
Masa depan pelatih Massimiliano Allegri juga dikabarkan jadi taruhan, andai gagal sudah hampir pasti ia akan didepak Juventus.
Sedangkan tiga nama pemain yang masa depannya ditentukan laga ini adalah Mario Mandzukic, Paulo Dybala, dan Alex Sandro.
Mario Mandzukic memang sudah berusia 32 tahun dan kemungkinan akan dilepas cepat atau lambat.
begitu juga dengan Alex Sandro yang sudah sekian lama dikabarkan diincar berbagai tim lain seperti Chelsea, Manchester United, hingga Inter Milan.
Sedangkan Paulo Dybala dengan ulah yang ia buat saat ngambek kontra Parma dan kedatangan Ronaldo, membuat statusnya di Juventus tak lagi se-sentral dulu.
Tinggal menunggu apakah ada tim yang menawar para pemain tersebut andai mereka gagal di Liga Champions musim ini.




 JUDI ONLINE INDONESIA


Thursday, February 21, 2019

Memainkan Taktik Bertahan Juventus Malah Kebobolan 2-0 Di Kandang Atletico Madrid


Berita Pokerintan, Pada pertandingan leg pertama babak 16 besar Liga Champions, Rabu (21/2/19) dini hari tadi, Juventus kalah 2-0 dari tuan rumah Atletico Madrid. Nama José Giménez dan Diego Godín tercatat di papan skor.
Cristiano Ronaldo, yang gagal menghalau tendangan Godín, pencetak gol kedua Atletico, lantas mendapatkan sorotan dari Paolo Bandini, jurnalis The Guardian.
“Kedatangan Ronaldo seharusnya membantu Juventus memenangkan Liga Champions. Sebaliknya, ia malah membelokkan bola ke gawangnya sendiri untuk membuat timnya berada di tepi jurang babak 16 besar,” cuit Bandini sesudah pertandingan.
Namun, ia kemudian menambahkan, “Ngomong-ngomong, aku tidak sedang mencemooh Ronaldo. Defleksi itu adalah nasib buruk dan bukan satu-satunya hal yang membuat Juventus kalah. Ada penyebab lain yang jauh lebih besar dari itu.”
Bandini benar. Ronaldo tidak tampil buruk dalam pertandingan itu dan ia tidak pantas dicemooh. Ia rajin bergerak, ke kanan, ke kiri, hingga ke belakang untuk menjemput bola. Saat kreativitas rekan-rekannya tumpul, pemain asal Portugal itu pun sering mengambil inisiatif: melakukan tembakan jarak jauh atau mencoba menerobos pertahanan Atletico sendirian.
Setidaknya, menurut hitung-hitungan Whoscored, Ronaldo melakukan tujuh kali percobaan tembakan ke arah gawang dan tujuh kali dribel sukses, terbanyak di antara seluruh pemain lain yang terlibat di dalam pertandingan tersebut.
Sayangnya, usaha keras Ronaldo itu berjalan beriringan dengan blunder taktik dari Massimiliano Allegri, pelatih Juventus.
Sekali lagi, setelah berkali-kali, Allegri memilih bermain hati-hati di panggung Eropa. Juventus tidak berani tampil menyerang, seakan hanya ingin bertanding untuk meraih hasil imbang. Padahal mereka sebenarnya mempunyai kualitas untuk mendominasi jalannya pertandingan.
Tanda-tanda bahwa Juventus akan bermain hati-hati bahkan sudah terlihat sebelum pertandingan dimulai. Saat line-up kedua tim diumumkan, di sektor full-back kanan, Allegri memilih memainkan Mattia De Sciglio daripada João Cancelo.
Karena Sciglio jauh lebih bertahan daripada Cancelo, Allegeri tentu mempunyai tujuan: ia tidak akan membiarkan kedua full-back-nya aktif dalam menyerang.
Pendekatan Allegri itu lantas menjadi santapan empuk Atletico yang jago bertahan. Saat kehilangan bola, anak asuh Diego Simeone itu memilih merapatkan lini tengah dengan sesekali melakukan pressing setiap kali Juventus berusaha mempercepat tempo permainan.
Karena sulit menembus pertahanan Atletico lewat area tengah, Ronaldo dan Mario Mandžukić pun sering bermain melebar. Namun, tanpa mendapatkan dukungan dari dua full-back Juventus, pergerakan mereka jadi tak bisa signifikan.
Tahu bahwa Allegri memilih untuk bermain hati-hati, Atletico mulai berani bermain lebih menyerang pada babak kedua. Setelah Atletico sempat mendapatkan pelaung emas melalui Diego Costa pada menit ke-49, Simeone kemudian melakukan tiga pergantian pemain cerdik. Ia memasukkan Thomas Lemar, Álvaro Morata, hingga Ángel Correa.
Morata menggantikan Diego Costa. Lemar, yang menggantikan Thomas Partey, dimainkan di sisi kiri, bertukar posisi dengan Saúl Ñíguez. Sedangkan Correa dimainkan sebagai penyerang depan, membuat Antoine Griezmann bermain di sisi kanan.
Dengan perubahan tersebut, melalui Lemar dan Griezmann, Atletico berani melakukan tekanan terhadap duet full-back Juventus. Alhasil, serangan Juventus makin terputus dan anak asuh Simeone itu pun berada di atas angin.
Pada akhirnya dua gol Atletico memang dicetak oleh duet bek tengah: Diego Godín serta José Giménez. Tetapi, kuncinya tetap saja perubahan taktik Simeone.

Kelemahan di Sisi Lapangan

Yang menarik, jika saja Allegri mempunyai nyali untuk menyuruh dua full-back Juventus aktif dalam menyerang, pertandingan barangkali akan berakhir dengan hasil yang berbeda.
Dortmund dan Real Madrid pernah menunjukkan bahwa kelemahan pertahanan bergerendel Atletico terletak di sisi lapangan. Kombinasi serangan dari sayap yang mereka lakukan terbukti mampu merusak organisasi pertahanan Atletico.
Saat Atletico kalah 4-0 dari Dortmund, 24 Oktober 2018, kinerja Achraf Hakimi, full-back kiri Dortmund, dan Raphaël Guerreiro, sayap kiri Dortmund, menjadi mimpi buruk pertahanan Atletico. Juanfran, full-back kanan Atletico Madrid, pontang-panting dalam bertahan. Dan Thomas, gelandang bertahan Atletico, terpaksa sering meninggalkan posisinya untuk membantu Juanfran.
Alhasil, organisasi pertahanan Atletico buyar: Hakimi mencatatkan tiga assist, dan Guerrerio berhasil mencetak satu gol.
Sementara saat Atletico  kalah 1-3 dari Real Madrid, 9 Februari 2019, kombinasi Vinicius Júnior dan Sergio Reguilón di sisi kiri lini serang Madrid juga menjadi lakon kekalahan Atletico.
Dan untuk semua itu, Carlos Garganese, penulis Goal.com, langsung mengutuk pendekatan taktik Allegri sesudah pertandingan.
“Pendekatan taktik memalukan dan pengecut dari Allegri. Anda tidak akan memenangkan Liga Champions dengan memainkan sepakbola konservatif. Memulai laga dengan De Sciglio daripada Cancelo menunjukkan rasa takut […] Juve mungkin membutuhkan pelatih baru untuk memenangi Liga Champions.”
 JUDI ONLINE INDONESIA

Sunday, February 17, 2019

Piatek Bintangnya AC Milan Rekor 70 tahun Terpecahkan


Berita Pokerintan, Krzysztof Piatek berhasil membuktikan jika AC Milan tak salah merekrutnya. Koleksi gol pemain 23 tahun itu terus mengalir seperti tiada henti. 
Pada laga terakhir Rossoneri melawan tuan rumah Atalanta, ia kembali mencetak dua gol dan membantu timnya menang 3-1. Piatek pun secara cepat langsung menjadi pujaan Milanisti.
Kini, Piatek telah mengemas enam gol dari lima laga awalnya bersama AC Milan. Capaian Piatek sejauh ini sukses membuatnya memecahkan rekor 70 tahun di AC Milan. 

Berikut ini dua 'hal gila' yang telah dibuat Piatek sejauh ini di AC Milan.  
 1. Gol Tercepat
Dilansir dari Milan TV, Piatek merupakan pemain Milan tercepat di dalam sejarah yang mencetak enam gol semenjak debutnya. Piatek tercatat hanya membutuhkan 310 menit untuk mencetak enam gol pertamanya di Milan. 
Statistik ini mengalahkan catatan milik legenda AC Milan, Gunnar Nordahl, pada tahun 1949 silam. Top skor sepanjang masa AC Milan itu membutuhkan 419 menit untuk mencetak enam gol pertamanya di Rossoneri. 
2. Juru Poin AC Milan

Krzysztof Piatek sukses mencetak 2 gol kala bertandang ke Atalanta
Seluruh gol yang dibuat Piatek di empat laga AC Milan menyelamatkan tim dari kekalahan. Bahkan, tiga di antaranya membuahkan kemenangan. 
Piatek mencetak gol kemenangan Milan di laga melawan Cagliari, Atalanta, dan Napoli. Satu lagi golnya dicetak saat imbang melawan AS Roma.
Atas jasanya tersebut, Milan berhasil meraih tujuh poin dan merangsek di posisi empat. Milan juga sukses melangkah ke semifinal Coppa Italia usai menumbangkan Napoli. 
Hal ini sesuai dengan perkataan legenda AC Milan, Andriy Shevchenko, yang menyebut Piatek bisa mengubah jalannya laga. Sebuah hal yang tentunya gagal dibuat oleh Higuain di AC Milan.  

 JUDI ONLINE INDONESIA

Friday, February 15, 2019

Mantan Kapten MU Eric Cantona Berpeluang Kembali Ke Klub Yang Dibelanya Selama 5 Musim


Berita Pokerintan, Eric Cantona dikabarkan menjadi kandidat direktur sepak bola di Manchester United. Manajemen klub disebut sedang mempertimbangkan untuk memberikan posisi itu untuk Cantona.
Manchester United akan merapikan struktur klub pada musim mendatang. Hal itu termasuk menunjuk posisi baru, yaitu direktur sepak boal yang bertugas untuk mengurus kegiatan transfer klub.
Selama ini, posisi tersebut dibebankan kepada vice CEO Manchester United, Ed Woodward. Namun, Woodward disebut tidak terampil untuk mendatangkan pemain anyar karena juga mengurusi hal lainnya.
Agar lebih fokus dan tertata, Manchester United memutuskan untuk menghadirkan posisi tersebut. Nama Cantona masuk dalam bursa.
Cantona masih menjadi sosok favorit suporter Manchester United. Ia kerap memberikan komentar dukungan untuk klub yang ia bela selama lima musim itu.
Selain Cantona, Manchester United juga mempertimbangkan direktur RB Leipzig, Paul Mitchell dan direktur Ajax yang juga legenda Manchester United, Edwin van der Sar.
Berdasarkan polling yang dilakukan Manchester Evening News, nama Cantona menjadi yang paling difavoritkan untuk menjadi direktur sepak bola Manchester United.

Ke Mana Eric Cantona?

Eric Cantona memutuskan untuk gantung sepatu pada 1997. Hal itu menjadi berita yang paling mengejutka karena ia masih berusia 30 tahun.
Lepas dari dunia sepak bola Cantona mendalami dunia seni peran. Ia juga masih menjadi brand ambassador untuk apparel asal Amerika Serikat.
Selain itu, Cantona juga kembali menendang si kulit bundar, namun bukan di lapangan hijau melainkan di pantai. Ia sempat menangani sepak bola pantai timnas Prancis.
Cantona sempat menjabat posisi direktur sepak bola di New York Cosmos pada 2011. Namun, Cantona dipecat setelah terlibat pertikaian dengan seorang fotografer.
Selama membela Manchester United, Cantona mencetak 82 gol dari 185 penampilan.

 JUDI ONLINE INDONESIA

Thursday, February 14, 2019

Persaingan Semakin Ketat di Papan Atas EPL Siapakah Yang Akan Menjuarai Liverpol Atau Manchester City ?


Berita Pokerintan, Manchester City dan Liverpool menjadi kandidat kuat menjuarai Liga Inggris, lalu siapakah yang mempunyai kans menjadi juara?
Persaingan antara Manchester City dan Liverpool di papan atas klasemen Liga Inggris sangat ketat.
Keduanya sama-sama memiliki kans besar untuk menjadi juara.
Saat ini Manchester City berada di puncak klasemen dengan 65 poin.
Torehan poin yang sama (65 poin) dikemas oleh Liverpool, di peringkat kedua, namun masih memiliki satu pertandingan lebih dari The Citizen.
Sebagaimana dikutip BolaSport.com dari Manchester Evening News, Kamis (14/2/2019), ada delapan laga penting yang bisa menentukan apakah Manchester City atau Liverpool yang bakal menjadi jawara Liga Inggris.
Manchester United vs Liverpool, Minggu (24/2/2019)
Liverpool wajib waspada menghadapi Manchester United di Stadion Old Trafford.
Meski berhasil meraih kemenangan 3-1 di pertemuan pertama, namun performa Manchester United yang sekarang sangat berbeda.
Sejak ditangani oleh pelatih baru, Ole Gunnar Solskjaer, Manchester United tak pernah menelan kekalahan (8x menang, 1 seri).
Apalagi empat hari sebelumnya, Liverpool harus berhadapan dengan Bayern Muenchen terlebih dahulu di ajang Liga Champions.
Everton vs Liverpool, Minggu (3/3/2019)
Liverpool memiliki catatan bagus kala berjumpa dengan Everton.
Dalam 18 pertemuan terakhir di semua ajang, Liverpool tak pernah kalah (9x menang, 9 seri)
Tetapi pertandingan Derby Merseyside tetap menyulitkan dan berpeluang untuk kehilangan poin.
Manchester United vs Manchester City, Sabtu (16/3/2019)
Ini menjadi salah satu pertandingan besar.
Sama seperti laga Liverpool kontra Manchester United tiga pekan sebelumnya, The Red Devils yang saat ini sangat berbeda dari yang pertemuan pertama.
Sebelum menghadapi Manchester United, Manchester City akan tampil di ajang Liga Champions.
Tim besutan Pep Guardiola pastinya sangat berharap bisa menyingkirkan Schalke 04 secepat mungkin agar fokus ke Derby Manchester.
Liverpool vs Tottenham Hotspur, Minggu (31/3/2019)
Tottenham diprediksi akan tampil habis-habisan untuk mempertahankan posisinya di peringkat tiga besar.
Siapa pun yang menang, Manchester City bisa mengambil keuntungan dari rival mereka yang akan bertanding satu sama lain.
Liverpool vs Chelsea, Sabtu (13/4/2019)
Chelsea tak pernah kalah dalam lima pertemuan terakhir menghadapi Liverpool di semua kompetisi.
The Blues juga menjadi tim yang mengubur impian Liverpool untuk mengangkat trofi Piala Liga musim ini dengan skor 1-2 di Stadion Anfield.
Manchester City vs Tottenham Hotspur, Sabtu (20/4/2019)
Dengan empat pertandingan sisa, laga ini bisa menghancurkan harapan gelar juara Manchester City atau Tottenham.
Liverpool vs Wolves & Brighton vs Manchester City, Minggu (12/5/2019)
Pertandingan di pekan terakhir Liga Inggris musim ini juga sangat menentukan.
Manchester City akan menghadapi tuan rumah Brighton yang memiliki rekor bagus di laga kandang.
Sementara Liverpool akan menjamu Wolverhampton, tim yang menyingkirkan The Reds di ajang Piala FA.

Pelatih MU Meminta Pemainnya Melupakan kekalahan Atas PSG Dan Bersiap Menatap Kedepan Melawan Liverpol dan Chelsea


Berita Pokerintan, Pelatih Manchester United (MU), Ole Gunnar Solskjaer, meminta pasukannya segera melupakan kekalahan lawan PSG. Pelatih asal Norwegia tersebut bahkan mengancam bakal mendepak pemain yang kedapatan masih bersedih setelah pertandingan tersebut. 
Rekor tak terkalahkan MU memang terhenti saat PSG bertandang ke Old Trafford, Rabu dini hari WIB (13/2/2019). Pada leg pertama babak 16 besar Liga Champions 2019 itu, Setan Merah yang tengah naik daun harus menerima kenyataan pahit, kalah 0-2 dari PSG. 
Ini merupakan kekalahan perdana MU sejak ditangani Solskjaer. Sebelumnya, Setan Merah berhasil mengamankan 10 kemenangan dan satu hasil imbang dari 11 pertandingan. 
Kekalahan ini membuat peluang MU menuju babak perempat final Liga Champions musim ini bertambah berat. Apalagi di leg kedua, Setan Merah tidak akan diperkuat oleh Paul Pogba. Pemain asal Prancis tersebut bakal absen usai menerima kartu merah lawan PSG. 
"Jangan kasihani dirimu," kata Solskjaer kepada pemainnya seperti dilansir Metro.co.uk. 
"Ini hal yang perlu kalian pelajari, kita berada satu level dari posisi biasanya," ujarnya. 
"Ini bagian pelajaran ketika Anda muda. Banyak pemain kami masih muda. Ini kali pertama bagi Jesse Lingard and Marcus Rashford tampil layak di Liga Champions" bebernya.

Fokus Laga Berikutnya

Solkjaer meminta para pemainnya tidak larut dalam kesedihan. Sebaliknya, dia meminta mereka bangkit dan segera fokus pada pertandingan-pertandingan berikutnya. Bahkan Solskjaer mengancam akan mendepak mereka dari tim bila tidak bisa menguatkan hatinya. 
"Kami ada pertandingan melawan Liverpol dan Chelsea ke depannya. Siapapun yang masih mengasihani dirinya kemungkinan tidak akan tampil," kata Solskjaer mengingatkan. 

 JUDI ONLINE INDONESIA


Wednesday, February 13, 2019

Kemenangan Beruntun MU Terhenti di Tangan PSG


Berita Pokerintan, Pelatih sementara Manchester United, Ole Gunnar Solskjaer, mengatakan bahwa Paris Saint-Germain telah menunjukkan level permainan baru bagi United. Hal tersebut dikatakannya usai United kalah 2-0 dari klub asal Prancis tersebut.

PSG memberi kekalahan pertama bagi Solskjaer ketika bertandang ke Old Trafford untuk melakoni leg pertama babak 16 besar Liga Champions, Rabu 13 Februari dini hari WIB. Dua gol PSG dicetak oleh Presnel Kimpembe dan Kylian Mbappe. 

"Kami melawan tim yang hebat. Para pemain kami tentu kecewa hari ini. Tapi, saya kira mereka tahu jika kami harus meningkatkan level permainan jika ingin mencapai target yang diinginkan," kata Solskjaer.

"Ini seperti cek realitas. Kalian bisa melihat kekuatan yang mereka miliki ketika PSG menurunkan para pemainnya untuk bertanding." tambahnya.

Meski kalah, Solskjaer tidak mau kecewa secara berlebihan. Pelatih asal Norwegia itu bersikeras bahwa hasil kontra PSG tidak akan merusak momentum positif yang sudah dibangun di liga domestik.

"Tidak sama sekali (kecewa) karena kami harus bangkit, khususnya di Liga Champions yang selalu menyulitkan. Tapi mata pencaharian kami berada di liga domestik, jadi saya tidak takut dengan itu (hasil negatif kontra PSG)," pungkas Solskjaer.



"Kami melawan tim yang hebat. Para pemain kami tentu kecewa hari ini. Tapi, saya kira mereka tahu jika kami harus meningkatkan level permainan jika ingin mencapai target yang diinginkan," kata Solskjaer.

Sunday, February 10, 2019

Ekspektasi Hebat Sosok Baby-faced Assasin di Manchester United Yang Kepayahan Bersama Maurinho


Berita Pokerintan, Datang menggantikan José Mourinho yang kepayahan di musim ini bersama Manchester United membuat sorotan tertuju pada satu sosok yang dulu ketika bermain dijuluki sebagai Baby-faced Assasin. Pada 19 Desember 2018 Solskjær menyeberang dari kesebelasan lokal Norwegia, Molde, menuju Manchester United, kesebelasan yang dulu melambungkan namanya.
Penunjukan Solskjær sebagai Manajer Interim Man United ini sempat menjadi tanda tanya mengingat nama-nama besar yang sebelumnya diisukan menggantikan Mourinho adalah pelatih-pelatih kaliber tinggi macam Antonio Conte hingga Zinedine Zidane.  
Solskjær bermain di United dari 1996 sampai 2007 dengan memainkan lebih dari 200 pertandingan dan berhasil mencetak 96 gol. Sulit rasanya untuk menyebut bahwa Solskjær adalah salah satu legenda United.
Sebagai pemain, dia tidak hebat-hebat amat dan Solskjær sendiri lebih identik sebagai sosok super sub dibandingkan juru gedor utama. Kariernya sebagai striker United tidak segemilang duet Dwight Yorke dan Andy Cole, Cristiano Ronaldo, Wayne Rooney, ataupun Ruud van Nistelrooy, yang selalu menjadi spotlight.
Gaya permainannya pun bukanlah sesuatu yang indah untuk ditonton. Dia memiliki gaya pragmatis dan monoton. Namun untuk tidak menyebutnya sebagai legenda adalah penyangkalan terhadap golnya ke gawang Bayern München di final Liga Champions 1999 yang merupakan salah satu gol paling legendaris dari yang pernah ditorehkan pemain Manchester United.
Sebelum menangani United musim ini, Solskjær pernah membawa Molde meraih gelar juara Liga Norwegia dua kali, 2011 dan 2013. Bukan bermaksud untuk mendiskreditkan prestasinya, akan tetapi level kompetisi di Norwegia sangat berbeda dengan di Inggris. Kenyataannya pada 2014 kala dia menangani Cardiff City, Ole hanya mampu bertahan selama 18 pertandingan di kesebelasan tersebut dan hanya meraih tiga kemenangan di Liga Primer Inggris.
Tidak salah kemudian jika saya yang sebenarnya bukan pendukung United dan pendukung lainnya, baik Manchunian (orang asli Manchester) atau bukan, yang waras, untuk tidak terlalu menggantungkan harapan pada Solskjær di sisa musim ini. Ada beberapa poin pertimbangan untuk tidak banyak membebankan harapan padanya.
Pertama, tidak banyak pelatih sukses yang berangkat dari posisi striker. Belum lama ini kita melihat berita pemecatan Thierry Henry sebagai pelatih AS Monaco. Lalu Filippo Inzhaghi juga bernasib sama seperti Henry, dipecat dari posisinya sebagai allenatore di Bologna. Apalagi mereka berdua semasa bermain termasuk dua striker terbaik di dunia; lebih baik dari Solskjær malah.
Kedua, adalah tekanan. Menangani kesebelasan sekelas Man United yang penuh bintang dengan egonya masing-masing akan sangat jauh berbeda dengan melatih Molde ataupun Cardiff. Mourinho yang terbukti lebih berpengalaman dari Solskjær dalam menangani pemain besar saja di musim ini ternyata tidak mampu menjinakkan Paul Pogba.
Maka ketika di 11 pertandingan pertamanya musim ini Man United mampu dibawanya meraih 10 kemenangan dan satu hasil imbang, dengan mencetak 28 gol dan kebobolan 7 serta mampu meraih 5 nirbobol. Itu merupakan catatan yang sangat istimewa bagi Solskjær.
Ditambah lagi dia mampu menorehkan rekor seperti dua kemenangan di dua laga awal (bahkan Sir Alex Ferguson hanya mampu meraih satu hasil imbang dan menelan satu kekalahan di dua laga awalnya), serta lima kemenangan tandang beruntun (menyamai pencapain Sir Matt Busby tahun 1946/47). Sejak Ferguson pensiun, juga baru Ole yang berhasil kembali meraih gelar Manager of the Month di Premier League.

Kegemilangan Setan Merah ditambah dengan penampilan gemilang dua bintangnya, Paul Pogba dan Marcus Rashford—nama terakhir juga menjadi Player of the Month di Premier League.
Di bawah Solskjær, Pogba mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya sebagai seorang gelandang ber-skill tinggi dan visioner. Dalam 11 pertandingan terakhirnya di bawah Solskjær, Pogba mampu mengemas 8 gol dan 5 asis. Sedangkan Marcus Rashford di bawah Solskjær mampu menjadi andalan di lini depan mampu menyarangkan 6 gol dan satu asis.
Tak pelak, penampilan gemilang United yang diarsiteki Solskjær ini membuat para pendukung United bergelora kembali. Apalagi United secara gradual mampu mendekat ke empat besar sejak dilatih Solskjær. Di pekan ke-25 mereka berhasil mengkudeta Arsenal dari posisi kelima.
Dengan torehan tersebut wajar apabila dalam beberapa hari belakangan ini muncul berita-berita mengenai pengangkatan Solskjær menjadi manajer tetap United. Beberapa pihak menilai bahwa Solskjær mampu dan layak untuk dipertahankan musim depan.
Nada optimis didengungkan oleh Mantan Manajer Timnas Inggris sekaligus asisten manajer Sir Alex saat Solskjær masih bermain dulu, Steve McClaren. Baginya jika Solskjær mampu menjaga tren kemenangan, akan menjadi keputusan mudah bagi Direksi Man United untuk mempermanenkannya musim depan. Dilansir dari Sky Sports, McClaren mengatakan bahwa Solskjær merupakan sosok manajer pemikir dan cerdas. McClaren juga mengatakan bahwa Solskjær adalah seorang komunikator yang baik yang mampu menularkan energi positif ke timnya.
Namun terlalu dini bagi saya menilai kelayakan Solskjær sebagai manajer permanen United sekarang ini. Bahwa Solskjær telah membawa United tak terkalahkan dalam 11 pertandingan terakhir dengan catatan 10 kemenangan dan sebiji hasil imbang, serta berhasil menyarangkan 28 gol dan hanya kemasukan tujuh gol, merupakan prestasi yang layak diapresiasi, meski habis ini United punya jadwal berat: Paris Saint-Germain, Chelsea, dan Liverpool.
Solskjær (terlihat) hebat di United bagi saya karena “ekspektasi”. Ekspektasi yang disematkan kepada Solskjær tidak sama dengan ekspektasi yang  disematkan pendukung United kepada Mourinho, Louis van Gaal, atau bahkan David Moyes, serta para pendukung Manchester City terhadap Pep Guardiola.
Mourinho (juga Van Gaal) dan Pep adalah manajer dengan latar belakang pengalaman segudang dan deretan gelar yang melimpah. Wajar apabila kedatangan mereka di kesebelasan baru selalu diiringi dengan harapan raihan trofi yang banyak untuk kesebelasan kesayangan mereka.
Solskjær datang dengan background yang berbeda dari mereka berdua. Pengalaman dan raihan gelarnya ketika melatih di Molde dan Cardiff tidak cukup menyejajarkan namanya dengan dua pelatih hebat di atas. Mungkin ada sedikit pendukung United yang sedari awal berharap banyak pada Solskjær, tetapi jelas tidak akan sebanyak harapan mereka pada Mourinho.
Kepuasan yang dialami pendukung United terhadap kinerja Solskjær sekarang ini bisa dijelaskan dengan teori kepuasan konsumen dalam ilmu manajemen pemasaran secara sederhana. Kepuasan menurut Hermawan Kertajaya adalah perbandingan ekspektasi dengan realita yang kita dapatkan. Seseorang hanya bisa terpuaskan apabila realita atau kenyataan yang didapat melebihi ekspektasi sebelumnya.
Akan terlihat bodoh bagi suporter United di awal penunjukan Solskjær sebagai pelatih untuk berharap Setan Merah dibawanya meraih treble. Harapan mentok bagi pendukung United di awal kedatangan Solskjær palinglah hanya finis di empat besar.
Hal berbeda bagi Mourinho di United. Mourinho pernah meraih gelar juara liga di empat negara berbeda dan dua kali mengangkat Si Kuping Besar bersama dua kesebelasan berbeda pula. Harapan suporter United minimal adalah meraih gelar juara liga. Tiket Liga Champions pun bukan prestasi tetapi adalah perkara wajib yang ketika hal tersebut terpenuhi belum tentu menghindarkan Mourinho dari kursi pemecatan. Van Gaal saja dipecat setelah berhasil menjuarai Piala FA.
Untuk sementara biarlah Solskjær menikmati pencapaiannya. Namun yang patut diingat adalah bahwa kepuasan seseorang itu sifatnya dinamis dan progresif. Dulu orang cukup puas dengan ponsel yang bisa mengirimkan SMS dan telepon. Tetapi sekarang orang mengharapkan yang lebih dari sebuah ponsel. Orang sekarang tidak akan terpuaskan dengan ponsel yang hanya mampu melakukan SMS dan telepon. Mereka sekarang ingin ponsel mereka juga dilengkapi dengan kamera yang bagus dan kemampuan internet yang cepat.
Sama halnya dengan hal itu, apabila nantinya Solskjær dipertahankan musim depan, harapan yang disematkan kepadanya nanti akan lebih besar dibandingkan Solskjær yang datang pada Desember 2018.
Roberto di Matteo yang menggantikan Andre Villas Boas pada Maret 2012 bukanlah siapa-siapa. Maka ketika di musim tersebut Di Matteo malah bisa mengantar Chelsea meraih gelar Liga Champions pertama sepanjang sejarah kesebelasan, dia sudah menjadi orang yang berbeda sejak saat itu. Tak heran setelah itu di musim 2012/13 dia dipecat Chelsea setelah serangkaian hasil buruk, karena dia sudah bersatus sebagai pemberi gelar Liga Champions.
Haram hukumnya bagi para juara untuk meraih serangkaian hasil negatif karena itu akan memberikan harapan palsu bagi pendukungnya.

Saturday, February 9, 2019

Dengan Stok Pemain Yang Ada Solskjaer Tidak Ingin Membeli Pemain Bintang Baru


Berita Pokerintan, Pelatih Manchester United, Ole Gunnar Solskjaer, berharap timnya dapat mengubah kebiasaan yang kerap kali membeli pemain bintang dengan harga yang cukup fantastis. Pasalnya Solskjaer menilai pembelian pemain bintang yang mahal tak memberikan kepastian Man United bisa tampil baik setelahnya.


Menurut Solskjaer Man United harus lebih memikirkan apakah pemain itu cocok atau tidak bermain di The Red Devils –julukan Man United. Jadi bukannya melihat dari status seberapa terkenal dan hebat pemain yang bakal dibeli.

Solskjaer malahan mengaku lebih senang dengan pemain yang apa adanya, yang sudah ada di Man United sejak lama. Bila para pemain Man United bisa berkembang, meski itu hanya sedikit, namun pelatih berpaspor Norwegia itu lebih suka memainkan pemain seperti itu.
Karenanya Solskjaer meminta kepada Man United untuk memikirkan matang-matang untuk membeli pemain pada bursa transfer musim panas 2019 nanti. Ia berharap para petinggi Manchester tak gegabah membeli pemain hanya karena statusnya pemain bintang.
“Menurut saya yang terpenting adalah tentang siapa saja (pemain) yang kami punya di sini. Apalagi bila ada satu pemain yang dapat meningkatkan diri satu atau dua persen. Itu semua bukan mengenai berapa jumlah (harga) pemain tersebut,” ucap Solskjaer, dikutip dari Manchester Evening News, Sabtu (9/12/2019).
“Hal itu kami harus mendapatkan orang yang tepat dan cocok, yang memiliki kepribadian yang sesuai dengan tim ini. Bukan hanya membeli pemain bintang dan menganggap langsung bisa memperbaiki tim serta membuat klub ini dapat bersaing memperebutkan gelar juara,” tukasnya.